Wednesday 13 November 2013

Islam Mataram dan Derita Muslim Indonesia

http://abisyakir.wordpress.com/2008/10/12/islam-mataram-dan-derita-muslim-indonesia/

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Sejak lama, bangsa kita tidak pernah bahagia. Bahagia hanya ada di ujung lidah, tidak terwujud dalam realitas sebenarnya. Selama ratusan tahun, 350 tahunan, bangsa kita berada di bawah kolonialisme asing (VOC, Belanda, Inggris, Jepang). Setelah merdeka kita berada dalam penderitaan di bawah kepemimpinan putra-putra pribumi. Zhahirnya merdeka, tetapi hakikatnya masih dijajah bangsa lain. Malah penjajahan era sekarang sangat dahsyat, sebab operatornya multi nasional.
Apa yang disebut kehidupan adil-makmur, gemah ripah loh jinawi, hanyalah fantasi, hanyalah mimpi untuk menina bodokan kesadaran bangsa ini. Kita tidak pernah sampai ke keadaan itu, sejak jaman kolonial sampai saat ini. Tidak usah jauh-jauh, sekedar setara dengan kondisi bangsa Malaysia saja, kita tidak mampu. Para pemimpin, cendekiawan, pakar, ulama, dll. kerja mereka hanya dan hanya membohongi Ummat dengan kata-kata manis, untuk menyembunyikan kebobrokan sebenarnya.
Saudaraku, disini saya akan mengajak Anda memahami latar-belakang penderitaan hidup kaum Muslimin Indonesia. Marilah kita jujur dalam berkata, tidak perlu berbasa-basi lagi, sampaikan kebenaran apa adanya, tidak perlu ditutup-tutupi. Agar, anak-anak kita nanti merasa memiliki teladan dalam pembelaan terhadap kebenaran, bukan terus-menerus ditipu oleh manusia-manusia berlidah manis, namun bengis hatinya. Ghafarallahu liy wa lakum wa lil Muslimina wal Muslimat. Amin.

Sebuah Fakta Sosial

Baru-baru ini permaisuri kraton Yogyakarta, Kanjeng Gusti Ratu (KGR) Hemas mendukung aksi penolakan terhadap RUU Pornografi dalam sebuah aksi demo di Bali, dihadiri sekitar 5000 orang. (Jawa Pos, 12 oktober 2008, hal. 4). Jauh-jauh Hemas datang untuk mendukung penolakan terhadap RUU Pornografi. Dalam aksi itu Hemas berorasi, “Di Jogja bulat menolak. Itu dilakukan lewat kraton. Sikap ini perlu disuarakan lagi agar penolakan lebih meluas dan banyak. Jika sampai diterapkan akan merugikan dan merusak tatanan bangsa.” Perlu diketahui, Hemas ini termasuk anggota DPD juga.
Lebih keras lagi, Hemas berkata, “Ini memang harus ditolak dan ditolak. Mari lawan RUU Pornografi sampai kapan pun.”

Sementara itu, Franky Sahilatua, yang bernyanyi di acara itu, sebelum memulai lagunya, dia mengatakan, “RUU Pornografi seperti serigala berbulu domba. Luarnya domba, dalamnya serigala. Jika dibiarkan lolos, kebudayaan Indonesia akan habis dimakan dengan kasarnya bak serigala.” Kata-kata Franky mendapat applaus luas dari massa peserta aksi. Begitu, kata Jawa Pos.
Aneh sekali, Hemas dan Franky ini. Mencegah pornografi kan sama saja dengan menyelamatkan kaum wanita dari penindasan oleh tangan-tangan kejam. Tapi aneh, malah ditolak. Mereka bilang, RUU itu bisa membahayakan keutuhan bangsa. Dulu, di jaman Orde Baru tidak ada pornografi-pornografi gila itu, apakah negara hancur, kebudayaan mati? Dulu pornografi dilarang keras, anak pelajar membawa novel-novel cabul saja bisa disita dan diberi peringatan keras. Di negara manapun, menyelamatkan moral itu tidak membahayakan negara, atau merongrong kesatuan, tetapi justru memperkuat bangsa itu sendiri.

Sebenarnya, orang-orang itu perlu jujur mengatakan. Mereka ingin menyelamatkan industri pornografi, industri seks (prostitusi), iklan-iklan rusak di TV, baliho-baliho rusak di jalan-jalan, dan segala macam industri yang berhubungan dengan keseksian tubuh wanita. Hanya itu tujuan mereka, tapi ngomongnya aneh-aneh, sok pintar. Justru mereka yang “serigala berbulu domba”; ngomongnya tinggi-tinggi, padahal tujuannya menyelamatkan bisnis esek-esek. Na’udzubillah min dzalik.
Saya tidak percaya, orang seperti Hemas layak disebut Kanjeng Gusti Ratu (KGR). Kanjeng gusti apane? Malah mendukung kampanye moral bejat (anti RUU Pornografi). Ini sih bukan sikap KGR, tapi lebih dekat dengan sifat-sifat setan yang menikam moral manusia yang luhur.

Sebab Kejayaan Bangsa

Kejayaan sebuah bangsa itu tergantung komitmennya terhadap keimanan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tidak ada pilihan lain, selain itu. Dalam Al Qur’an, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al A’raf: 96).

Hal ini sudah rumus yang pasti, sunnatullah, berlaku secara presisi, tidak bergeser walau setipis rambut dibelah tujuh. Demikian adanya, kalau mau negara yang adil-makmur, harus ditegakkan keimanan dan takwa. Kalau mau sengsara, silakan cari jalan yang lain.

Memang, suatu bangsa bisa hidup dengan tingkat kesejahteraan ekonomi tinggi, meskipun tidak beriman dan bertakwa. Tetapi syaratnya banyak, antara lain:
(1) Dia harus bekerja meraih kesejahteraan itu dengan mati-matian. Tubuh dan kehidupan mereka harus dipakai seperti mesin, bahkan lebih kejam dari itu. Hal ini terjadi seperti di negara Jepang, Korea Selatan, atau Taiwan. Mereka maju, tapi spiritual hancur.
(2) Dia harus menegakkan keadilan seadil-adilnya, tidak pilih kasih, tidak memanipulasi hukum, tidak mendahulukan orang kaya ketimbang orang miskin. Semua orang diperlakukan secara adil, setara, tidak ada kezhaliman. Bangsa Eropa termasuk yang memiliki komitmen terhadap masalah keadilan ini, meskipun kekurangan dan kelemahan ada disana-sini.
(3) Dia harus menindas dan menjajah bangsa-bangsa lain yang lemah, serta menipu mereka agar bisa menguasai kekayaannya. Ini cara kasar, tapi banyak dipakai. Ini cara Mafia untuk hidup sejahtera dengan modal pistol, menembak kepala, menggarong, merampok, jualan narkoba, judi, prostitusi, dst. Kaya memang, tapi moral bejat, maka hidup pun bejat. Dalam banyak hal, Amerika lebih mirip dengan model seperti ini.
(4) Bagaimanapun juga, apa yang didapatkan negara yang memenuhi syarat-syarat di atas, hanya kekayaan materi, hilangnya kebahagiaan batin, lenyapnya harmoni, sakinah, dan kedamaian jiwa. Mereka lapang secara materi, tetapi hancur secara moral-spiritual.

Nah, itu syaratnya. Bisa saja sebuah bangsa makmur tanpa keimanan dan takwa, tetapi harus membayar syarat-syarat seperti di atas. Indonesia sendiri, dari sisi kerja keras kurang, dari sisi keadilan tidak, dari sisi hegemoni internasional ya lemah, jadi mau berharap apa? Lihatlah China dan India, dari sisi agama mereka jauh-jauh sekali. Tetapi karena mereka memenuhi sebagian syarat di atas, Allah Maha Bijaksana, Dia berikan hasil dari kerja keras mereka. Masak sih kerja keras manusia tidak dihargai?

Seharusnya, kalau Ummat Islam Indonesia ingin maju, mereka harus memiliki kualitas keimanan dan ketakwaan yang tinggi, sehingga karena hal itu, Allah mendahulukan keberpihakan-Nya kepada kita daripada kepada bangsa-bangsa kafir tetapi pekerja keras itu. Tetapi karena negeri ini iman pas-pasan, takwa kalau hanya Ramadhan saja, dan malas berusaha, ya sudah terima saja nasib jadi negara pecundang sejak jaman dulu sampai saat ini.

Saat ini hampir tidak ada yang bisa diandalkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Keimanan segitu-gitunya, takwa cuma di mulut, lalu determinasi perjuangan lemah, dosan musik, gemar joget-joget, konsumsi sangat tinggi, maniac produk Barat, seneng nonton TV, dll. Ya, dengan keadaan begini, kita mau dapat apa? Paling hanya dapat ampas saja. Iya kan, riil kan?

Islam Versi Mataram

Saat bicara tentang Islam Indonesia, kita perlu melihat ke belakang. Dulu waktu Majapahit runtuh, bangkitlah Kerajaan Islam di Demak Bintoro. Ini kerajaan yang baik, dengan segala kelebihan-kekurangan yang ada disana. Karya terbesar Demak selain merintis runtuhnya Majapahit adalah dengan mengirimkan Fatahillah rahimahullah untuk mengusir Portugis dari Jaya Karta. Selain itu Demak mengutus ekspedisi Adipati Yunus untuk membela Malaka menghadapi Portugis juga. Selama Kerajaan Islam didampingi para Wali (Wali Songo), Pemerintahan mereka berhaluan Islami. Anda harus mencatat, bahwa waktu itu para Wali sudah menghukum mati Syech Siti Jenar karena paham manunggaling kawula gusti. Kalau di jaman ini, para Wali rahimahumullah jami’an itu akan dituduh: Islam ekstrem, garis keras, militan, fundamentalis, puritan, tekstual, pro teroris, tidak “rahmatan li ‘alamin”, dan setumpuk omong kosong lainnya.

Tetapi Syariat Islam mulai mengalami kemunduran sejak Kerajaan Demak dipindah ke Pajang oleh Sultan Hadiwijaya. Dan yang paling tragis, dari Pajang dipindah ke Mataram oleh Panembahan Senapati. Nah, drama kehancuran Syariat Islam ada di tangan Panembahan Senapati ini. Islam yang semula sudah di pesisir dipindah ke tengah daratan (Mataram). Lebih celakanya, nama kerajaan yang diklaim “kerajaan Islam” itu memakai nama Mataram, sebuah nama seperti kerajaan Hindu di awal-awal sejarah kerajaan di Pulau Jawa. Mengapa harus memakai nama Mataram lagi? Itu kan pertanyaannya.

Kelak kerajaan Mataram itu terpecah dua menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta. Tetapi yang sangat layak diperhatikan adalah corak keislaman yang dibangun oleh Panembahan Senapati dan sultan-sultan keturunannya. Islam yang mereka bangun tidak murni tegak di atas Syariat Islam, tetapi dicampur dengan mistik dan penyembahan kepada jin, benda-benda pusaka, dan Nyai Roro Kidul. Para ahli menyebutnya sebagai sinkretisme, mencampur-baurkan Islam dengan ajaran paganisme non Islam.

Secara zhahir mereka beragama Islam, tetapi hatinya kafir, sebab berbuat musyrik kepada Allah. Namanya Muslim, menjalankan shalat, datang ke Masjid, membayar zakat, puasa Ramadhan, naik Haji, tetapi hatinya musyrik, masih menyembah Nyi Roro Kidul, menyembah Dewi Sri, menyembuh pusaka-pusaka keramat, percaya dukun, percaya ramalan, percaya hari baik hari sial, dsb. Rusak dan rusak sekali akidah mereka, hatinya hancur, Islam hanya bajunya, sementara hatinya kafir kepada Allah Ta’ala.

Padahal kemusyrikan seperti yang diajarkan di Kerajaan Mataram itu adalah kemusyrikan akbar yang mengeluarkan pelakunya dari pangkuan Islam. Mereka lebih buruk keadaannya daripada kaum musyrikin di Makkah di jaman Nabi Saw. Dalam Al Qur’an, “Sesungguhnya, siapa yang mensyirikkan Allah (dengan sesuatu sembahan lainnya), pasti Allah mengharamkan baginya syurga, dan tempat kembalinya adalah neraka.” (Al Maa’idah: 72).

Kalau Anda ditanya, bagaimana status keislaman orang-orang yang menyembah Nyi Roro Kidul, menyembah pusaka-pusaka keramat, menyembah benda-benda magis, menyembah sapu, jin, penunggu pohon, istana, gua, rumah tua, dsb. Jawab dengan tegas tidak usah ragu-ragu, “Kalau mereka telah tahu ilmunya, kalau mereka melakukan semua itu dengan sukarela, tidak dipaksa, maka hukumnya adalah:KAFIR! Mereka keluar dari Islam, meskipun sudah berhaji 350 kali.
Kita harus tegas menghadapi Islam versi Mataram ini, sebab hakikatnya ia bukan Islam, malah lebih buruk dari kemusyrikan kaum musyrikin di Makkah dulu. Kita jangan ragu-ragu, sebab keraguan itulah yang telah menjadikan keadaan kaum Muslimin selama ini hancur-lebur.

Islam Orang Indonesia

Kalau setiap Shalat Jum’at, Anda pasti sering mendengar para khatib mengatakan, “Marilah kita meningkatkan iman dan takwa kepada Allah!” Sering, sering kita mendengarnya. Jika iman dan takwa itu benar-benar dilakukan, rasanya mustahil bangsa Indonesia akan hidup berantakan seperti saat ini. Artinya, apa yang dikatakan oleh para khatib itu hanyalah bumbu-bumbu omongan, tidak ada realitasnya dalam kenyataan. Iman dan takwa only on theories.

Di Indonesia sendiri, banyak sekali Ummat Islam yang keislamannya sangat menyedihkan. Mereka mengaku Islam, tetapi banyak yang terjerumus dalam perbuatan kekufuran. Contohnya:
(-) Secara sengaja meninggalkan Shalat 5 Waktu, meninggalkan Puasa Ramadhan, meninggalkan kewajiban Zakat. Padahal di jamannya, Khalifah Abu Bakar sampai memerangi orang-orang yang mengingkari kewajiban Zakat.
(-) Tenggelam dalam usaha atau bisnis ribawi. Bukan hanya tenggelam, mereka mempertahankan, mengembangkan, malah antipati kepada usaha-usaha non ribawi. Katanya, “Usaha non ribawi itu nonsense.” Kata-kata seperti itu kan sama saja dengan mengatakan, riba itu halal. Seperti ucapan kaum Yahudi yang mengatakan bahwa riba sama dengan jual beli (sama halalnya).
(-) Membenci Hukum Islam, baik sedikit atau banyak. Aksi di Bali yang ditokohi oleh Si Hemas itu mencerminkan kenyataan ini. Dia mengaku Muslim, tidak berani menjadi kafir, tetapi menolak bahkan membenci nilai-nilai Islam (sekurangnya dalam soal pencegahan pornografi).
(-) Memerangi para pemuda Islam atau gerakan Islam yang bersungguh-sungguh ingin memperjuangkan Syariat Islam. Banyak sekali yang seperti ini. Bahkan ada di antara mereka, orang-orang yang pintar sekali agama, tahu dalil-dalil, pintar menukil kata-kata ulama Salaf, tetapi kerjanya merecoki terus usaha-usaha positif untuk menegakkan Syariat Islam. Mereka tidak berbuat apa-apa selain menghadang upaya gerakan Islam dalam menegakkan Syariat. Sudah begitu, mereka merasa paling dekat dengan pintu syurga. Ya Allah ya Aziz, jauh panggang dari api.
(-) Mencintai negara Indonesia di atas kecintaannya kepada Allah, Rasulullah, dan Islam. Ini kenyataan dan sangat banyak yang seperti ini. Bagaimana bisa, mereka setiap saat tidak segan-segan menghormat bendera Indonesia, tetapi disuruh shalat 5 waktu kedulnya minta ampun.
(-) Meyakini sebuah pemikiran pluralisme, bahwa semua agama itu benar. Nah, ini juga menghasilkan kekafiran yang nyata. Tidak diragukan lagi. Termasuk pemikiran-pemikiran liberal lain yang sangat menikam akidah Islam.
(-) Tidak merasa bersalah bekerja di lembaga, perusahaan, industri, kantor, atau apapun yang nyata-nyata mereka memusuhi Islam. Mereka mencari uang dari hasil memusuhi Islam. Hal ini juga merupakan kekafiran bagi pelakunya.
(-) Menyembah sesembahan-sesembahan selain Allah, seperti Nyi Roro Kidul, Dewi Sri, Sang Yang Widi, Roro Jonggrang, Bayu Bajra, ousaka keramat, kuburan keramat, penguasa lautan, penguasa gunung, penunggu pohon, dukun sakti, guru pendiri aliran silat, dsb. Semua ini adalah kekafiran besar yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam. Termasuk di dalamnya berbagai macam sihir, pemujaan, berserikat dengan setan, dan sebagainya.
(-) Sangat fanatik pada tokoh-tokoh tertentu, menghukumi sesuatu sesuai selera tokoh-tokoh itu. Halal atau haram di tangan tokoh itu. Sampai ada yang pernah demo dengan mengangkat tulisan, “Gus Dur tuhan kami!” Ya Allah, semua ini adalah kekafiran yang nyata.

Kalau dipikir-pikir, banyak orang Indonesia yang terjerumus dalam salah satu cabang kekafiran seperti di atas. Kalau ada yang bisa menyelamatkan, ia adalah kejahilan (karena mereka tidak tahu), terpaksa, atau mereka hanya ikut-ikutan, ikut lahirnya padahal ingkar di hatinya.

Dan sangat disayangkan, para pemuka-pemuka Muslim tidak berani berkata tegas dalam masalah seperti ini. Mereka takut berkata tegas, sebab khawatir urusan dunianya akan berantakan. Jadi, penyakit al wahn itu tidak hanya menimpa hati rakyat, juga para pemimpin Muslim itu. Padahal Al Qur’an sudah memberi nasehat sangat berharga, “Janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, maka akan Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian dan agar kalian mendapat petunjuk.” (Al Baqarah: 150).

Karena diam kita selama ini, Ummat Islam di hari ini menderita. Maka jangan diam lagi, sampaikan kebenaran apa adanya. Tidak perlu ragu-ragu. Siapa yang takut dunianya hancur karena membela al haq, tinggalkan saja mereka. Biarlah mereka bersembunyi memeluk dunianya. Padahal Allah berjanji akan membela dan menyempurnakan nikmat bagi hamba-hamba-Nya yang istiqamah. Ketakutan Anda tidak akan berdampak, selain membuat Anda sendiri menderita.

Tentu saja, mari kita IZH-HARUL HAQ, menampakkan kebenaran dalam rangka dakwah, bukan dengan metode kekerasan fisik. Mari tegakkan al haq, jangan ragu-ragu, tetapi hindari cara-cara kekerasan fisik, sebab hal itu akan mengundang fitnah yang besar. Ingat, dalam dakwah Nabi di Makkah, beliau mula-mula menegakkan kebenaran secara lisan, tidak dengan pedang.

Dominasi Islam Mataram

Sayangnya, Islam gaya Mataram di atas banyak dianut oleh bangsa Indonesia. Banyak sekali kaum Muslimin yang tidak ikhlas dalam menghadapkan wajahnya kepada Allah Ta’ala. Mereka mengaku Muslim, mengaku bersyahadat, tetapi akidahnya menyembah Nyi Roro Kidul, Dewi Sri, penjaga laut, penjaga gunung, penjaga danau, penjaga gua, dan seterusnya. Mereka lebih takut kepada berhala-berhala itu daripada rasa takutnya kepada Allah Ta’ala. Sejujurnya, masih banyak kaum Muslimin di Indonesia ini yang terjerumus kemusyrikan yang bisa berakibat mereka keluar dari Islam.

Islam Mataram hanya Islam di permukaan, hatinya kafir kepada Allah. Maka itu Anda akan saksikan ironi luar biasa dari kerajaan-kerajaan seperti Yogya, Surakarta, dll. Mereka tampak seperti kaum Muslimin, tetapi akidahnya telah digadaikan kepada kemusyrikan. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.

Kondisi inilah yang telah menyebabkan bangsa Indonesia hidupnya sengsara, sejak dulu sampai saat ini. Bagaimana akan mulia, wong hidup di atas akidah kemusyrikan? Bahkan kemusyrikan itu menjadi “konsultan” para pemimpin. Setiap pemimpin butuh backing dari kekuatan ghaib, yang intinya setan, agar bisa bertahan dalam kepemimpinannya. Mulai dari jimat, dukun, paranormal, penasehat spiritual (dukun juga), merah delima, wangsit, hitungan primbon, dll. Semua itu kemusyrikan, hina di sisi Allah, hina pula di dunia dan di mata manusia.

Islam itu al haq, ia putih, bersih, nur dari langit. Sedangkan kemusyrikan itu kotor, hitam, hina, busuk, menetes dari liurnya Iblis laknatullah. Dua hal yang berbeda tidak boleh disatukan dalam satu wadah jiwa kita, bangsa Indonesia. Jika kita satukan, yang terjadi adalah kehancuran lahir batin, kekalahan dunia Akhirat, hakikat senestapa-nestapanya nasib manusia.

Perhatikan teguran Allah kepada Bani Israil ini: “Apakah kalian beriman kepada sebagian isi Al Kitab dan kafir terhadap sebagian yang lain? Tidaklah balasan terhadap siapa yang berbuat seperti itu, melainkan kehinaan dalam kehidupan dunia, dan kelak mereka akan dikembalikan (di Akhirat) ke dalam seberat-beratnya siksa.” (Al Baqarah: 85).

Lihatlah, mencampur adukkan nur ajaran Islam dengan kemusyrikan, tidaklah berakibat kecuali kehancuran dunia-Akhirat. Tidak ada pilihan lain. Saya teringat perkataan almarhum Sayyid Quthb, beliau pernah mengatakan, “Ambillah Islam ini seluruhnya, atau tinggalkan seluruhnya!” Bisa jadi, apa yang beliau katakan benar. Dalam Islam tidak boleh setengah-setengah (gray area), harus totalitas. Sikap “remang-remang”, apalagi sampai mencampur tauhid dengan syirik, itu menghancurkan sehancur-hancurnya.

Pantas saja, bangsa ini tidak pernah hidup secara manusiawi dan terhormat. Sejak dulu kita biasa memelihara kemusyrikan di hati-hati kita. Akibatnya, di dunia hina dan kelak di Akhirat sudah menanti, seberat-berat siksa. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.

Masih mending bangsa India, China, atau Israel. Mereka jelas-jelas bukan negara Muslim, sehingga tidak berhak mendapat barakah dari Allah. Tetapi mereka total dalam kekafirannya, lalu bekerja mati-matian membangun kesejahteraan. Kalau mereka tidak ditolong karena iman dan takwa, mereka ditolong oleh hasil kerja mati-matiannya.

Adapun bangsa Indonesia, iman-takwa pas-pasan, etos kerja lelet, mentalitas korup, hobi konsumsi dan hiburan, lalu menyembah Nyi Roro Kidul, Dewi Sri, jin laut, jin gunung Kawi, dst. Ya, apa lagi yang bisa didapat? Pasti kehancuran, kehancuran, lalu kehancuran, sebelum nanti kehancuran yang lebih mengerikan di Akhirat. Na’udzubillah wa na’udzubillah min kulli dzalik.

Semua Teori Sia-sia

Kalau bicara teori, orang Indonesia jagonya. Ilmuwan kita pakarnya. Mulut mereka berbusa-busa kalau sudah disuruh bicara teori politik, hukum, ekonomi, dsb. Sampe-sampe, busa yang keluar dari mulut mereka bisa dikumpulkan, lalu ditampung dalam sebuah kolam renang, untuk dipakai berenang. Astaghfirullah al ‘azhim, astaghfirullah al ‘azhim, astaghfirullah.

Percuma kita bicara tentang teori setumpuk, sebelum berani menghadapi kenyataan ini secara jujur, secara ksatria, tidak perlu basa-basi lagi. Sejatinya, bangsa kita selama ini menderita karena bercokol kuatnya Islam versi Mataram itu. Zhahirnya Islam, tetapi batinnya Hindu. Nah, inilah penyebab utama kehancuran kondisi bangsa ini.

Negara-negara lain sangat berkepentingan memelihara semua kebejatan akidah itu, sebab selama ia menyebar merata di kepala dan dada kaum Muslimin, bangsa ini akan sangat mudah ditipu, ditipu, dan terus-menerus ditipu, sampai tidak tersisa lagi alasan untuk ditipu.

Maka dakwah Islam harus bangkit dengan semangat baru. Jangan takut berkata al haq, sebab hanya Allah yang layak ditakuti. Ucapkan kebenaran, tampakkan kebenaran, apapun resikonya. Inilah dakwah sebenarnya, jihad sebenarnya, sekaligus upaya sejati menyelamatkan bangsa Indonesia dari kehancuran hakiki di dunia dan Akhirat.

Hasbunallah wa nikmal Wakiil, nikmal Maula wa nikman Nashir. Wallahu a’lam bisshawaab.

Malang, 12 Oktober 2008.
Abu Muhammad Waskito At Thalibi.

No comments:

Post a Comment

Harap jelaskan identitas dan bicara dengan niat baik dan berdasar. Please verify your id and speak on good ground.