Saturday 28 March 2015

Al Qur'an Si Kitab Ajaib & Hidupku Yang (juga) Ajaib


Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu untuk yang islam,
Salam untuk semuanya,

Sudah lama saya tidak menulis atau pun menaruh tulisan apa pun di blog ini. Tau-tau tadi istri saya bilang ada lomba menulis isi blog tentang diri kita dan Qur'an. Saya fikir, kalau insya Allah bisa, terlepas dari hadiah duniawinya (hadiah lomba), kalau ada hal positif yang bisa saya lakukan dengan laptop dan internet ini, ya mari lakukan. Soal hadiah, mudah-mudahan dapat hadiah dari Allah. Itu yang pasti terbaik.

Qur'an. Saya lahir di keluarga yang secara turun temurun islam. Tapi mengingat sejarah masa lalunya, bisa dibilang "islam ktp". Cuma sebagian dari anggota tetua keluarga saya yang benaran mengamalkan islam, dan yang pasti mereka malah tidak mengamalkan salah satu hal terpenting dalam berkeluarga secara islami: memastikan seluruh anggota keluarga melaksanakan petunjuk Allah, bukan hanya dirinya sendiri saja.

Qur'an bukan hal asing bagi saya dari kecil, tapi hanya sebagai obyek, sebagai benda. Sama seperti kursi, meja, televisi, dan lainnya. Ada Qur'an di rumah kami dari dulu, untuk ditaruh di atas pintu untuk mengusir setan. Benar-benar kepercayaan jahili. Tidak pernah ada yang saya dapati dari keluarga dekat saya membaca Qur'an selain nenek saya.

Bertahun-tahun hal seperti ini terus berlangsung di keluarga saya. Anehnya, salah satu orang tua saya sempat berkata betapa nikmatnya di malam hari atau waktu subuh mendengarkan sayup-sayup suara orang melantunkan isi Qur'an. Tapi orang yang sama, mengingat salah satu orang tuanya adalah muallaf yang tidak pernah benar-benar menjalankan islam, bahkan dari riwayat orang tua saya terduga seumur hidup membenci islam, masuk islam hanya untuk menikahi nenek saya, maka orang tua saya yang keturunannya pun berpendapat menjalankan isi Qur'an adalah fanatik. Sungguh keluarga yang jahiliyah.

Anehnya, seiring perkembangan saya menuju dewasa, Allah mengarahkan saya lebih banyak bergaul akrab dengan orang-orang dari kalangan menengah ke bawah dan kalangan yang berusaha menegakkan kembali islam sebagai Din, jalan hidup sampai mati, bukan hanya agama ritual. Seperti anak-anak rohis di smp, sma, dan universitas. Seiring bergaul dengan mereka, saya seolah menemukan kembali islam, kebenaran, terutama yang terkandung dalam Qur'an dan hadis shahih. Saat itu bahkan belumlah saya tahu bahwa Rasulullah saw pernah bersabda bahwa islam itu datang sebagai sesuatu yang asing, dan nanti di akhir zaman akan kembali menjadi asing.

Maka saya mulai shalat, perlahan-lahan. Padahal, saat saya kecil, sebenarnya saya diikutkan les mengaji oleh orang tua saya. Tapi sama seperti mereka naik haji, nampaknya hanya formalitas karena "semua orang lain juga melakukan itu".

Ketertarikan saya, dalam arti saya merasa tertarik maupun memang ditarik Allah, pada islam, terus berjalan, hingga saat akhir sma saya tiba-tiba mempertanyakan satu hal. Saat ini mungkin bagi kita sederhana. Bagi saya saat itu tidak. Pertanyaan itu adalah: apakah tujuan hidup ini? Keluarga saya berusaha membujuk saya supaya kembali bersekolah normal dsb, tanpa ada satu pun yang sanggup menjawab pertanyaan tersebut. Sampai hari ini, masya Allah. Saya benar-benar terpukul, sering bolos, dsb. Hingga seorang guru saya, guru agama yang di saat itu sudah aktif berdakwah sampai ke luar negeri, menghadiahkan saya sebuah Qur'an berbahasa Inggris, terbitan percetakan raja Fahd dari Arab Saudi. Jadi gratis, tapi hanya bisa didapat di kantor pemerintahan kerajaan Arab Saudi kalau tidak di tanah suci langsung, karena tidak diperjual belikan.

Saya sungguh tersentuh. Bahasa Inggris saya insya Allah baik. Dan saya mendapati bahasa Inggris lebih baik dalam menerjemahkan bahasa Arab dibanding bahasa Indonesia. Tapi saat itu saya masih dalam keadaan jiwa, fikiran, yang carut marut. Dengan hidup saya yang kadang baik, naik grafik mutunya, kadang anjlok lagi. Saat itu, saya jadi mengira Allah meninggalkan saya. Saya marah-marah pada Allah di kamar pribadi saya, berakhir dengan saya membanting dan menginjak Qur'an bahasa Inggris tersebut.

Lalu saya layangkan satu tantangan pada Allah: kalau memang Allah swt ada dan ke99 sifatNya semua nyata, maka tolong buktikan pada saya. Itu otomatis termasuk permintaan padaNya agar saya ditolong, mengingat sifat Allah sebagian bermakna Ia tak meninggalkan hamba-hambaNya yang mau kembali padaNya.

Yang tak saya sangka, Allah menjawab tantangan saya, dengan cara yang masuk akal, juga tak masuk akal. Yang pasti, tidak dengan mengazab saya (Alhamdulillah, padahal saya sudah menginjak kitabNya). Khusus sehubungan dengan Qur'an, saya mendapati betapa secara tidak masuk akal banyak sekali ayat-ayat yang terbukti secara ilmiah. Logikanya adalah, tak mungkin Qur'an membeberkan kebenaran ilmiah +/- 1.400 tahun sebelum fakta ilmiah itu terungkap, kecuali Qur'an memang tidak dikarang manusia. Lalu, saya dapati bahwa saat saya benar-benar tertekan lalu membuka Qur'an sembarangan,berkali-kali ayat yang pertama tertuju mata saya adalah persis pemecahan bagi masalah yang menekan saya tersebut. Beberapa waktu kemudian saya menonton seorang ulama di televisi yang menyebutkan hal yang sama. Sesudah saya sendiri duluan menemukan mukjizat ini.
Lalu selanjutnya, bayangkan, dengan semua hal di atas, Qur'an adalah kitab yang dihafal banyak penghafal, dan semuanya (bahkan orang syi'ah sekali pun, biarpun saya tidak sejalan dengan mereka karena tidak mendapati mereka baik dan benar pemahamannnya),menghafal dengan ayat isi Qur'an yang persis sama. Hnaya kadang aksen bacaannya yang beda, sesuai sabda Rasulullah, bahwa Qur'an "diturunkan Allah dalam 7 (banyak) dialek". Lalu semua kebenaran ilmiah itu, dari awal sudah tidak masuk akal, tambah lagi bila anda pernah belajar bahasa asing selain Inggris, semisal bahasa Arab, Prancis, Jerman, maka anda akan mendapati bahwa setiap kata kerja dan sebagian kata sifat akan berubah sesuai waktu/kala konteks kalimat maupun sesuai subyek atau obyek kalimat. Ada 6000 lebih ayat di Qur'an, sebagian berisi fakta-fakta ilmiah tadi, sebagian berisi hal lain. Tetapi bila kita rubah bentuk, bunyi, atau keberadaan satu kata saja, sesuai aturan bahasa asing seperti saya sebut di atas, maka akan terjadi efek domino: semua kalimat yang lain akan ikut berubah menjadi kacau, tidak sesuai hafalan semua penghafal Qur'an di dunia sepanjang masa dan tidak sesuai naskah Qur'an bahkan yang sudah berusia 600 tahun sekali pun, seperti yang terdapat di museum di Turki.
Bukankah ini lalu berarti kebenaran dalam seluruh ayat Qur'an bersifat terkait, terkunci satu sama lain, absolut kebenarannya sebagai hasil logisnya, dan berlaku sepanjang masa? Bukankah ini tidak masuk akal manusia? Bahkan ayat yang lain semua menjelaskan hanya kebenaran dan kebaikan. Berarti Qur'an memang terpelihara, tak mungkin dipalsukan, bila tiap copy/edisinya diteliti secara cermat. Bahkan lagi-lagi terjadi satu mukjizat, Allahu Akbar: tepat saat saya menulis kalimat awal paragraf ini, Allah menyadarkan saya apa makna keterkaitan, keterkuncian satu ayat Qur'an dengan yang lain. Yaitu bahwa bukankah "Setiap muslim adalah bagian dari tubuh yang satu. Bila satu anggota tubuh itu sakit, sakit pulalah yang lain". Bahwa kita semua adalah satu ummat. Bila satu di antara kita berbuat baik, cepat atau lambat, langsung tidak langsung, saudara seimannya akan ikut mendapat manfaatnya. Bila yang satu berbuat buruk atau mendapat kemalangan, pun yang lain cepat atau lambat, langsung atau tidak langsung akan mendapat mudharatnya atau merasakan deritanya.

Lalu dengan semua itu, kembalilah saya ke lubuk hati saya. Saya adalah seorang pengagum nilai-nilai samurai, bushido, kekesatriaan darimana pun di bumi. Dan sesuai prinsip itu, saya menerima hasil "pertarungan" atau tantangan apa pun insya Allah dengan "fair". Allah menjawab tantangan saya. Maka pulanglah saya kembali padaNya, dengan berbekal Qur'an.

Hingga hari ini, Qur'an yang menjadi inspirasi cerita ini masih ada. 

Belum lama ini, saya mendengar dan membaca kabar tentang mendengarkan suara bacaan Qur'an akan membangkitkan Serotonin, hormon penenang alami bagi otak kita. Hal yang sama tak bisa dicapai dengan memperdengarkan bacaan pepatah-pepatah kebajikan dalam bahasa Arab sekalipun. Suara pembacaan Qur'an juga membentuk kristal-kristal air menjadi bentuk yang bermanfaat bagi tubuh kita. Efek getaran/gelombang suara dengan tiap frekuensi dan amplitudo yang unik pada benda padat, cair, dan gas.

Maka, hidup saya pun berlanjut. Dengan ditemani Qur'an sebagai petunjuk Tuhan saya. Omong-omong, saya jadi ingat mau shalat isya. Bagaimana kalau dilanjutkan dengan membaca Qur'an sesudahnya, biar pun baru sedikit? Lalu mudah-mudahan diberi Allah saya kemampuan dan kesempatan untuk menambah hafalan Qur'an. Bagaimana dengan anda? Tak inginkah mengambil Qur'an ke genggaman anda lalu membuka dan membaca isinya? Beratkah? Tentu saja. Padahal gratis, hahaha. Bukankah banyak hal baik memang awalnya antara menakutkan, berat, terkesan akan sulit, dkk? Tapi pernahkan anda melakukan hal seperti menuruti suara tidak jelas dalam hati anda untuk coba-coba menenggak minuman beralkohol? Atau melangkahkan kaki ke dalam diskotik dengan niat memang mau mencoba menikmati isinya? Atau berduaan dengan yang bukan muhrim anda? Atau bahkan mulai merokok? Kalau yang sudah merokok lama, berat, dan tak ingin berhenti, mati sajalah, hahaha. Daripada anda meracuni orang lain. Anda tidak merokok di tengah khalayak umum pun kan anda tetap memakmurkan pabrik rokok. Berarti membuka kesempatan bagi orang lain untuk membeli rokok dan mereka yang, bukannya anda, meracuni orang lain. Mungkin anggota keluarga anda korbannya. Jauh lebih besar mudharatnya dibanding menfaatnya memberi nafkah bagi pedagang dan pembuat rokok. Kalau menenangkan jiwa dengan rokok sih jelas omong kosong, tak perlu dibahas lebih lanjut. Intinya, pernahkah anda nekat coba-coba melakukan dosa? Kalau ya, kenapa tidak sekali-sekali nekat melakukan kebaikan? Sama, tidak usah fikir panjang. Ambil saja itu Qur'an. Lalu buka, asal pun tak apa, selama diri kita tidak bernajis. Lalu baca.

Apa yang akan anda temukan di dalamnya benar-benar baik. Dan tak usah pedulikan ucapan orang-orang barat mau pun mereka yang kebarat-baratan. Penghujatan mereka atas Qur'an cuma sebatas kata-kata pecundang yang hidupnya sendiri pun tidak beres. Jauh dari beres.

Nah, saya permisi mau shalat. Ayo kita raih itu Qur'an. Jangan biarkan diri kita kesepian dan terpisah dari Allah karena meninggalkan Qur'an sendirian pula.


Thursday 9 January 2014

6 Kerusakan di Hari Valentine

http://www.radiodaqu.com/berita-239-6-kerusakan-di-hari-valentine.html
www.rumaysho.com
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal


                                             
6 Kerusakan di Hari Valentine
 

Alhamdulillahilladzi hamdan katsiron thoyyiban mubarokan fih kama yuhibbu robbuna wa yardho. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
 

Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day). Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang. Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Di antaranya kasih sayang antara sesama, pasangan suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga valentine’s day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang.
 

Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.

Upacara Romawi Kuno itu akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.
 

Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.
 

Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.
 

Sungguh ironis memang kondisi umat Islam saat ini. Sebagian orang mungkin sudah mengetahui kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual paganisme.
 

Selanjutnya kita akan melihat berbagai kerusakan yang ada di hari Valentine.
 

Kerusakan Pertama: Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir
 

Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca: tasyabbuh). Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal ini juga merupakan kesepakatan para ulama (baca: ijma’). Inilah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).
 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.” (HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103) Hadits ini menunjukkan kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (Iqtidho’, 1/185)

Dalam hadits lain, Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [hal. 1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman dalam Irwa’ul Gholil no. 1269). Telah jelas di muka bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama Nashrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.
 

Kerusakan Kedua: Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman
 

Allah Ta’ala sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.

Allah Ta’ala berfirman,

“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72)
 

Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masir mengatakan bahwa ada 8 pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan perbuatan zur”, pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan karena pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam perbuatan zur. Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas.
 

Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’, 1/483). Jadi, merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang beriman karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.
 

Kerusakan Ketiga: Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti
 

Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”

Orang tersebut menjawab,

“Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
 

Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan,

“Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”

Anas pun mengatakan,

“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”
 

Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nashrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para pemuda. Valentine-lah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika Anda seorang muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang sholeh ataukah bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?
 

Kerusakan Keempat: Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat
 

“Valentine” sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber)

Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.
 

Kami pun telah kemukakan di awal bahwa hari valentine jelas-jelas adalah perayaan nashrani, bahkan semula adalah ritual paganisme. Oleh karena itu, mengucapkan selamat hari kasih sayang atau ucapan selamat dalam hari raya orang kafir lainnya adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah (1/441, Asy Syamilah). Beliaurahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal atau selamat hari valentine, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. 
 

Kerusakan Kelima: Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
 

Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
 

Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.
 

Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’ [17]: 32)
 

Kerusakan Keenam: Meniru Perbuatan Setan
 

Menjelang hari Valentine-lah berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika itu. Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu berkehendak lain. Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada hal lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk Indonesia, hanya demi merayakan hari Valentine. Tidakkah mereka memperhatikan firman Allah,
 

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27). Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
 

Penutup
 

Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari paganisme, kesyirikan, ritual Nashrani, perzinaan dan pemborosan. Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Perlu diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh pemuka Islam melainkan juga oleh agama lainnya. Sebagaimana berita yang kami peroleh dari internet bahwa hari Valentine juga diingkari di India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Alasannya, karena hari valentine dapat merusak tatanan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat. Kami katakan: “Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima kebenaran.”
 

Oleh karena itu, kami ingatkan agar kaum muslimin tidak ikut-ikutan merayakan hari Valentine, tidak boleh mengucapkan selamat hari Valentine, juga tidak boleh membantu menyemarakkan acara ini dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, dan mensponsori acara tersebut karena ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Ingatlah, Setiap orang haruslah takut pada kemurkaan Allah Ta’ala. Semoga tulisan ini dapat tersebar pada kaum muslimin yang lainnya yang belum mengetahui. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada kita semua.
 

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam

Kiat - Kiat Agar Tetap Istiqomah

http://www.radiodaqu.com/berita-147-kiat--kiat-agar-tetap-istiqomah.html
Sumber: www.muslim.or.id
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal


                                                
Kiat - Kiat Agar Tetap Istiqomah

Keutamaan Orang yang Bisa Terus Istiqomah
Yang dimaksud istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya. Inilah pengertian istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali. Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman Allah Ta’ala: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)

Yang dimaksud dengan istiqomah di sini terdapat tiga pendapat di kalangan ahli tafsir:
1. Istiqomah di atas tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakr Ash Shidiq dan Mujahid,
2. Istiqomah dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban Allah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Al Hasan dan Qotadah,
3. Istiqomah di atas ikhlas dan dalam beramal hingga maut menjemput, sebagaimana dikatakan oleh Abul ‘Aliyah dan As Sudi. 

Dan sebenarnya istiqomah bisa mencakup tiga tafsiran ini karena semuanya tidak saling bertentangan. Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang istiqomah dan teguh di atas tauhid dan ketaatan, maka malaikat pun akan memberi kabar gembira padanya ketika maut menjemput “Janganlah takut dan janganlah bersedih“. Mujahid, ‘Ikrimah, dan Zaid bin Aslam menafsirkan ayat tersebut: “Janganlah takut pada akhirat yang akan kalian hadapi dan janganlah bersedih dengan dunia yang kalian tinggalkan yaitu anak, keluarga, harta dan tanggungan utang. Karena para malaikat nanti yang akan mengurusnya.” Begitu pula mereka diberi kabar gembira berupa surga yang dijanjikan. Dia akan mendapat berbagai macam kebaikan dan terlepas dari berbagai macam kejelekan. Zaid bin Aslam mengatakan bahwa kabar gembira di sini bukan hanya dikatakan ketika maut menjemput, namun juga ketika di alam kubur dan ketika hari berbangkit. Inilah yang menunjukkan keutamaan seseorang yang bisa istiqomah. Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat di atas, ia pun berdo’a, “Allahumma anta robbuna, farzuqnal istiqomah (Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami).”

Yang serupa dengan ayat di atas adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala,: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14) 

Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, "selain engkau"]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.” Ibnu Rajab mengatakan, “Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini sudah mencakup wasiat dalam agama ini seluruhnya.”

Pasti Ada Kekurangan dalam Istiqomah
Ketika kita ingin berjalan di jalan yang lurus dan memenuhi tuntutan istiqomah, terkadang kita tergelincir dan tidak bisa istiqomah secara utuh. Lantas apa yang bisa menutupi kekurangan ini? Jawabnnya adalah pada firman Allah Ta’ala,
Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa, maka tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. Fushilat: 6). Ayat ini memerintahkan untuk istiqomah sekaligus beristigfar (memohon ampun pada Allah).
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Ayat di atas “Istiqomahlah dan mintalah ampun kepada-Nya” merupakan isyarat bahwa seringkali ada kekurangan dalam istiqomah yang diperintahkan. Yang menutupi kekurangan ini adalah istighfar (memohon ampunan Allah). Istighfar itu sendiri mengandung taubat dan istiqomah (di jalan yang lurus).”

Kiat-Kiat Agar Tetap Istiqomah

Ada beberapa sebab utama yang bisa membuat seseorang tetap teguh dalam keimanan. 

Pertama: Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar. Allah Ta’ala berfirman,
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)

Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat (alam kubur) dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan apa agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat syirik. Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu mengikuti jalan hidup salaful ummah yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya, mendalami tauhid dan juga menguasai kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus dijauhi. Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beragama yang merupakan golongan yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah.

Kedua: Mengkaji Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya.
Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’ala berfirman,
Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl: 102)
Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara beangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam ayat, Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al Furqon: 32) 
Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam agamanya. Alasannya, karena Al Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, 
Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushilat: 44). 
Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda antara orang yang gemar mengkaji Al Qur’an dan merenungkannya dengan orang yang hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof dan manusia lainnya. Orang yang giat merenungkan Al Qur’an dan memahaminya, tentu akan lebih kokoh dan teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti kita jalani agar kita bisa terus istiqomah.

KetigaIltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari’at Allah
Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syari’at atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.

‘Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.” 

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah amalan yang konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar.” Yaitu Ibnu ‘Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam. Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus “futur” (jenuh untuk beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg (terus menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit.

Keempat: Membaca kisah-kisah orang sholih sehingga bisa dijadikan uswah (teladan) dalam istiqomah.
Dalam Al Qur’an banyak diceritakan kisah-kisah para nabi, rasul, dan orang-orang yang beriman yang terdahulu. Kisah-kisah ini Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengambil teladan dari kisah-kisah tersebut ketika menghadapi permusuhan orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman, 
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hud: 11) Oleh karena itu, para salaf sangat senang sekali mempelajari kisah-kisah orang sholih agar bisa diambil teladan. Itulah pentingnya merenungkan kisah-kisah orang sholih. Hati pun tidak pernah kesepian dan gundah gulana, serta hati akan terus kokoh.

Kelima: Memperbanyak do’a pada Allah agar diberi keistiqomahan.
Di antara sifat orang beriman adalah selalu memohon dan berdo’a kepada Allah agar diberi keteguhan di atas kebenaran. Dalam Al Qur’an Allah Ta’ala memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdo’a kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah Ta’ala berfirman, Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir‘. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran: 146-148). 

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman, Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS. Al Baqarah: 250)
Do’a lain agar mendapatkan keteguhan dan ketegaran di atas jalan yang lurus adalah, "Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imron: 8)
Do’a yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).

Keenam: Bergaul dengan orang-orang sholih.
Allah menyatakan dalam Al Qur’an bahwa salah satu sebab utama yang membantu menguatkan iman para shahabat Nabi adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka. Allah Ta’ala berfirman, Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nyapun berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran: 101) 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita. Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.

Kalau dalam masalah persahabatan yang tidak bertemu setiap saat, kita dituntunkan untuk mencari teman yang baik, apalagi dengan mencari pendamping hidup yaitu suami atau istri. Pasangan suami istri tentu saja akan menjalani hubungan bukan hanya sesaat. Bahkan suami atau istri akan menjadi teman ketika tidur. Sudah sepantasnya, kita berusaha mencari pasangan yang sholih atau sholihah. Kiat ini juga akan membuat kita semakin teguh dalam menjalani agama. 

Demikian beberapa kiat mengenai istiqomah. Semoga Allah senantiasa meneguhkan kita di atas ajaran agama yang hanif (lurus) ini. Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas agama-Mu.