Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu untuk yang islam,
Salam untuk semuanya,
Sudah lama saya tidak menulis atau pun menaruh tulisan apa pun di blog ini. Tau-tau tadi istri saya bilang ada lomba menulis isi blog tentang diri kita dan Qur'an. Saya fikir, kalau insya Allah bisa, terlepas dari hadiah duniawinya (hadiah lomba), kalau ada hal positif yang bisa saya lakukan dengan laptop dan internet ini, ya mari lakukan. Soal hadiah, mudah-mudahan dapat hadiah dari Allah. Itu yang pasti terbaik.
Qur'an. Saya lahir di keluarga yang secara turun temurun islam. Tapi mengingat sejarah masa lalunya, bisa dibilang "islam ktp". Cuma sebagian dari anggota tetua keluarga saya yang benaran mengamalkan islam, dan yang pasti mereka malah tidak mengamalkan salah satu hal terpenting dalam berkeluarga secara islami: memastikan seluruh anggota keluarga melaksanakan petunjuk Allah, bukan hanya dirinya sendiri saja.
Qur'an bukan hal asing bagi saya dari kecil, tapi hanya sebagai obyek, sebagai benda. Sama seperti kursi, meja, televisi, dan lainnya. Ada Qur'an di rumah kami dari dulu, untuk ditaruh di atas pintu untuk mengusir setan. Benar-benar kepercayaan jahili. Tidak pernah ada yang saya dapati dari keluarga dekat saya membaca Qur'an selain nenek saya.
Bertahun-tahun hal seperti ini terus berlangsung di keluarga saya. Anehnya, salah satu orang tua saya sempat berkata betapa nikmatnya di malam hari atau waktu subuh mendengarkan sayup-sayup suara orang melantunkan isi Qur'an. Tapi orang yang sama, mengingat salah satu orang tuanya adalah muallaf yang tidak pernah benar-benar menjalankan islam, bahkan dari riwayat orang tua saya terduga seumur hidup membenci islam, masuk islam hanya untuk menikahi nenek saya, maka orang tua saya yang keturunannya pun berpendapat menjalankan isi Qur'an adalah fanatik. Sungguh keluarga yang jahiliyah.
Anehnya, seiring perkembangan saya menuju dewasa, Allah mengarahkan saya lebih banyak bergaul akrab dengan orang-orang dari kalangan menengah ke bawah dan kalangan yang berusaha menegakkan kembali islam sebagai Din, jalan hidup sampai mati, bukan hanya agama ritual. Seperti anak-anak rohis di smp, sma, dan universitas. Seiring bergaul dengan mereka, saya seolah menemukan kembali islam, kebenaran, terutama yang terkandung dalam Qur'an dan hadis shahih. Saat itu bahkan belumlah saya tahu bahwa Rasulullah saw pernah bersabda bahwa islam itu datang sebagai sesuatu yang asing, dan nanti di akhir zaman akan kembali menjadi asing.
Maka saya mulai shalat, perlahan-lahan. Padahal, saat saya kecil, sebenarnya saya diikutkan les mengaji oleh orang tua saya. Tapi sama seperti mereka naik haji, nampaknya hanya formalitas karena "semua orang lain juga melakukan itu".
Ketertarikan saya, dalam arti saya merasa tertarik maupun memang ditarik Allah, pada islam, terus berjalan, hingga saat akhir sma saya tiba-tiba mempertanyakan satu hal. Saat ini mungkin bagi kita sederhana. Bagi saya saat itu tidak. Pertanyaan itu adalah: apakah tujuan hidup ini? Keluarga saya berusaha membujuk saya supaya kembali bersekolah normal dsb, tanpa ada satu pun yang sanggup menjawab pertanyaan tersebut. Sampai hari ini, masya Allah. Saya benar-benar terpukul, sering bolos, dsb. Hingga seorang guru saya, guru agama yang di saat itu sudah aktif berdakwah sampai ke luar negeri, menghadiahkan saya sebuah Qur'an berbahasa Inggris, terbitan percetakan raja Fahd dari Arab Saudi. Jadi gratis, tapi hanya bisa didapat di kantor pemerintahan kerajaan Arab Saudi kalau tidak di tanah suci langsung, karena tidak diperjual belikan.
Saya sungguh tersentuh. Bahasa Inggris saya insya Allah baik. Dan saya mendapati bahasa Inggris lebih baik dalam menerjemahkan bahasa Arab dibanding bahasa Indonesia. Tapi saat itu saya masih dalam keadaan jiwa, fikiran, yang carut marut. Dengan hidup saya yang kadang baik, naik grafik mutunya, kadang anjlok lagi. Saat itu, saya jadi mengira Allah meninggalkan saya. Saya marah-marah pada Allah di kamar pribadi saya, berakhir dengan saya membanting dan menginjak Qur'an bahasa Inggris tersebut.
Lalu saya layangkan satu tantangan pada Allah: kalau memang Allah swt ada dan ke99 sifatNya semua nyata, maka tolong buktikan pada saya. Itu otomatis termasuk permintaan padaNya agar saya ditolong, mengingat sifat Allah sebagian bermakna Ia tak meninggalkan hamba-hambaNya yang mau kembali padaNya.
Yang tak saya sangka, Allah menjawab tantangan saya, dengan cara yang masuk akal, juga tak masuk akal. Yang pasti, tidak dengan mengazab saya (Alhamdulillah, padahal saya sudah menginjak kitabNya). Khusus sehubungan dengan Qur'an, saya mendapati betapa secara tidak masuk akal banyak sekali ayat-ayat yang terbukti secara ilmiah. Logikanya adalah, tak mungkin Qur'an membeberkan kebenaran ilmiah +/- 1.400 tahun sebelum fakta ilmiah itu terungkap, kecuali Qur'an memang tidak dikarang manusia. Lalu, saya dapati bahwa saat saya benar-benar tertekan lalu membuka Qur'an sembarangan,berkali-kali ayat yang pertama tertuju mata saya adalah persis pemecahan bagi masalah yang menekan saya tersebut. Beberapa waktu kemudian saya menonton seorang ulama di televisi yang menyebutkan hal yang sama. Sesudah saya sendiri duluan menemukan mukjizat ini.
Lalu selanjutnya, bayangkan, dengan semua hal di atas, Qur'an adalah kitab yang dihafal banyak penghafal, dan semuanya (bahkan orang syi'ah sekali pun, biarpun saya tidak sejalan dengan mereka karena tidak mendapati mereka baik dan benar pemahamannnya),menghafal dengan ayat isi Qur'an yang persis sama. Hnaya kadang aksen bacaannya yang beda, sesuai sabda Rasulullah, bahwa Qur'an "diturunkan Allah dalam 7 (banyak) dialek". Lalu semua kebenaran ilmiah itu, dari awal sudah tidak masuk akal, tambah lagi bila anda pernah belajar bahasa asing selain Inggris, semisal bahasa Arab, Prancis, Jerman, maka anda akan mendapati bahwa setiap kata kerja dan sebagian kata sifat akan berubah sesuai waktu/kala konteks kalimat maupun sesuai subyek atau obyek kalimat. Ada 6000 lebih ayat di Qur'an, sebagian berisi fakta-fakta ilmiah tadi, sebagian berisi hal lain. Tetapi bila kita rubah bentuk, bunyi, atau keberadaan satu kata saja, sesuai aturan bahasa asing seperti saya sebut di atas, maka akan terjadi efek domino: semua kalimat yang lain akan ikut berubah menjadi kacau, tidak sesuai hafalan semua penghafal Qur'an di dunia sepanjang masa dan tidak sesuai naskah Qur'an bahkan yang sudah berusia 600 tahun sekali pun, seperti yang terdapat di museum di Turki.
Bukankah ini lalu berarti kebenaran dalam seluruh ayat Qur'an bersifat terkait, terkunci satu sama lain, absolut kebenarannya sebagai hasil logisnya, dan berlaku sepanjang masa? Bukankah ini tidak masuk akal manusia? Bahkan ayat yang lain semua menjelaskan hanya kebenaran dan kebaikan. Berarti Qur'an memang terpelihara, tak mungkin dipalsukan, bila tiap copy/edisinya diteliti secara cermat. Bahkan lagi-lagi terjadi satu mukjizat, Allahu Akbar: tepat saat saya menulis kalimat awal paragraf ini, Allah menyadarkan saya apa makna keterkaitan, keterkuncian satu ayat Qur'an dengan yang lain. Yaitu bahwa bukankah "Setiap muslim adalah bagian dari tubuh yang satu. Bila satu anggota tubuh itu sakit, sakit pulalah yang lain". Bahwa kita semua adalah satu ummat. Bila satu di antara kita berbuat baik, cepat atau lambat, langsung tidak langsung, saudara seimannya akan ikut mendapat manfaatnya. Bila yang satu berbuat buruk atau mendapat kemalangan, pun yang lain cepat atau lambat, langsung atau tidak langsung akan mendapat mudharatnya atau merasakan deritanya.
Lalu dengan semua itu, kembalilah saya ke lubuk hati saya. Saya adalah seorang pengagum nilai-nilai samurai, bushido, kekesatriaan darimana pun di bumi. Dan sesuai prinsip itu, saya menerima hasil "pertarungan" atau tantangan apa pun insya Allah dengan "fair". Allah menjawab tantangan saya. Maka pulanglah saya kembali padaNya, dengan berbekal Qur'an.
Hingga hari ini, Qur'an yang menjadi inspirasi cerita ini masih ada.
Belum lama ini, saya mendengar dan membaca kabar tentang mendengarkan suara bacaan Qur'an akan membangkitkan Serotonin, hormon penenang alami bagi otak kita. Hal yang sama tak bisa dicapai dengan memperdengarkan bacaan pepatah-pepatah kebajikan dalam bahasa Arab sekalipun. Suara pembacaan Qur'an juga membentuk kristal-kristal air menjadi bentuk yang bermanfaat bagi tubuh kita. Efek getaran/gelombang suara dengan tiap frekuensi dan amplitudo yang unik pada benda padat, cair, dan gas.
Maka, hidup saya pun berlanjut. Dengan ditemani Qur'an sebagai petunjuk Tuhan saya. Omong-omong, saya jadi ingat mau shalat isya. Bagaimana kalau dilanjutkan dengan membaca Qur'an sesudahnya, biar pun baru sedikit? Lalu mudah-mudahan diberi Allah saya kemampuan dan kesempatan untuk menambah hafalan Qur'an. Bagaimana dengan anda? Tak inginkah mengambil Qur'an ke genggaman anda lalu membuka dan membaca isinya? Beratkah? Tentu saja. Padahal gratis, hahaha. Bukankah banyak hal baik memang awalnya antara menakutkan, berat, terkesan akan sulit, dkk? Tapi pernahkan anda melakukan hal seperti menuruti suara tidak jelas dalam hati anda untuk coba-coba menenggak minuman beralkohol? Atau melangkahkan kaki ke dalam diskotik dengan niat memang mau mencoba menikmati isinya? Atau berduaan dengan yang bukan muhrim anda? Atau bahkan mulai merokok? Kalau yang sudah merokok lama, berat, dan tak ingin berhenti, mati sajalah, hahaha. Daripada anda meracuni orang lain. Anda tidak merokok di tengah khalayak umum pun kan anda tetap memakmurkan pabrik rokok. Berarti membuka kesempatan bagi orang lain untuk membeli rokok dan mereka yang, bukannya anda, meracuni orang lain. Mungkin anggota keluarga anda korbannya. Jauh lebih besar mudharatnya dibanding menfaatnya memberi nafkah bagi pedagang dan pembuat rokok. Kalau menenangkan jiwa dengan rokok sih jelas omong kosong, tak perlu dibahas lebih lanjut. Intinya, pernahkah anda nekat coba-coba melakukan dosa? Kalau ya, kenapa tidak sekali-sekali nekat melakukan kebaikan? Sama, tidak usah fikir panjang. Ambil saja itu Qur'an. Lalu buka, asal pun tak apa, selama diri kita tidak bernajis. Lalu baca.
Apa yang akan anda temukan di dalamnya benar-benar baik. Dan tak usah pedulikan ucapan orang-orang barat mau pun mereka yang kebarat-baratan. Penghujatan mereka atas Qur'an cuma sebatas kata-kata pecundang yang hidupnya sendiri pun tidak beres. Jauh dari beres.
Nah, saya permisi mau shalat. Ayo kita raih itu Qur'an. Jangan biarkan diri kita kesepian dan terpisah dari Allah karena meninggalkan Qur'an sendirian pula.